TUKAR DUID

5.27.2008

BBM Naik....

Setelah mundur maju dengan penuh kebimbangan akhirnya Pemerintah menaikan harga jual BBM ke masyarakat...hampir 28% lebih dari harga biasanya, menakjubkan tanpa memperhatikan efek Multiplyer yang mungkin bisa menjadikan ikut naiknya barang2 lainya...yang mungkin lebih kompleks dibandingkan hanya dengan ganti BLT bantuan langsung tunai) sebesar Rp.300.000 /bulan ...wah luar biasa ya,

Di seluruh Daerah seperti Makasar,Jawa Tengah,Solo,Surabaya, Jakarta dll ,kenaikan BBM ini disambut meriah dengan berbagai macam aktivitas, terutama kaum terpelajar,Intelektual juga anggota Dewan yang turun ke jalan, melakukan aksi unjuk rasa Menolak Kenaikan Kebijakan pemerintah, yang diperkirakan seperti efek bola salju yang mengglinding jatuh ,makin lama makin besar..sehingga bisa menurunkan reputasi pemerintah SBY dan Kalla....,

Jika kebijakan yang tidak populis dan tidak mencerminkan sense of krisis ini di teruskan bisa jadi SBY - Kalla Cs bakal sulit menuai simpati di Pemilu 2009.

Aksi Mahasiswa ini juga disambut secara eforia oleh pemerintah dengan meninstruksikan pengamanan segala bentuk demo, walhasil banyak Mahasiswa ditangkapi sewaktu demo karena di nilai anarkis, bahkan bukan itu saja mereka jadi sasaran pentungan yang bertubi-tubi hingga babak belur.

akibat ulah sekawanan POLISI membabi buta menyerang kampus UNAS hingga hancur berantakan,pada saat menngelar aksi Demo TOLAK BBM di kampus mereka....

Sangat disayangkan memang kelakuan POLISI ini ...apakah memang cara2 sperti masa ORBA ini yang akan dilestarikan terus...dan Bahkan Kapolri Sutanto dengan Yakin sekali tidak mau meminta maaf atas tragedi tersebut.

Di sektor Transportasi terjadi demo angkot , dan kenaikan tarif angkutan jadi tak terkendali sementara waktu.

Demikian lah kejadian menjelang pemilu 2009 , sungguh mengenaskan...

5.01.2008

Peringatan Hari Pangan Sedunia 2003

Sejarah peringatan hari pangan sedunia bermula dari konferensi FAO ke 20, bulan Nopember 1976 di Roma yang memutuskan untuk dicetuskannya resolusi No. 179 mengenai World Food Day. Resolusi disepakati oleh 147 negara anggota FAO, termasuk Indonesia, menetapkan bahwa mulai tahun 1981 segenap negara anggota FAO setiap tanggal 16 Oktober memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS).

Tujuan dari peringatan HPS tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian masyarakat internasional akan pentingnya penanganan masalah pangan baik ditingkat global, regional maupun nasional. Penyelenggaraan peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) merupakan konsekuensi keikutsertaan Indonesia sebagai anggota FAO. Acara diselenggarakan lintas departemen dan sebagai vocal point FAO di Indonesia, Menteri Pertanian menetapkan Departemen Pertanian sebagai departemen utama (leading institution) penyelenggara HPS.

Mengacu pada Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan PP No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan yang menegaskan bahwa perwujudan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat, maka tema nasional HPS ke 23 tahun 2003 di Indonesia adalah �Menggalang Peran Serta Masyarakat untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan�.

Tema tersebut mengacu keadaan dimasa sekarang ini dimana meskipun produksi makanan melimpah, tetapi kondisi di daerah-daerah tertentu didapati masyarakat yang menderita kelaparan. Banyak anak-anak yang meninggal sebelum mencapai usia dewasa, dan masih banyak juga orang dewasa yang tidak bisa memaksimalkan potensinya. FAO mencatat hingga saat ini masih didapati lebih dari 840 juta manusia yang masih menderita kelaparan termasuk di negara-negara berkembang.

Dengan tema di atas Departemen Pertanian menyerukan dan mengajak pada seluruh masyarakat untuk bekerjasama mengentaskan kemiskinan dan untuk menjamin hak asasi dasar manusia yaitu bebas dari kelaparan. Pada masa pemerintahan orde baru pernah dicapai prestasi swasembada pangan, hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya negara kita mampu mewujudkan ketahanan pangan tanpa terpengaruh bahan pangan impor.

Rangkaian peringatan HPS ke-23 tahun 2003 dilaksanakan di pusat dan di daerah. Peringatan HPS di Jakarta diisi dengan seminar, pameran, bazar, pengabdian masyarakat dan perlombaan. Seminar diselenggarakan tanggal 7 Oktober 2003 di Gedung BPPT II Jl. MH Thamrin Jakarta. Pameran dan bazar digelar di Semanggi Expo pada tanggal 16 s/d 19 Oktober 2003 yang diikuti oleh departemen/instansi pemerintah, badan usaha pemerintah/swasta, lembaga internasional, perguruan tinggi, pemerintah daerah dan lain sebagainya. Pengabdian masyarakat, telah diserahkan bantuan berupa bibit ikan pemakan rumput (ikan kambing), bibit jati emas, pemberian makanan tambahan anak sekolah dan lain-lain yang dilakukan di Lapangan Turonggo Seto Ambarawa, Jawa Tengah. Perlombaan diselenggarakan bersamaan dengan acara pameran dan bazar dengan materi antara lain lomba menulis dan baca puisi, lomba memasak menu beragam, bergizi, dan berimbang, lomba memasak pelajar kejuruan, lomba memasak berbahan ikan dan lain sebagainya.

Peringatan HPS di daerah diisi dengan sarasehan petani dan LSM pendamping petani, sidang dewan ketahanan pangan regional, lokakarya, dan pameran ketahanan pangan. Puncak acara digelar di Lapangan Turonggo Seto, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Sarasehan diselenggarakan dalam rangka menampung dan mengaktualisasikan masukan dari masyarakat pertanian, guna membangun partisipasi aktif segenap komponen masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan. Sidang dewan ketahanan pangan Regional diikuti oleh Bupati dan Walikota selaku ketua dewan ketahanan pangan kabupaten se Jawa. Sidang ini merupakan tindak lanjut konferensi Dewan Ketahanan Pangan tahun 2002 lalu yang dilaksanakan di Jakarta. Lokakarya diselenggarakan di Semarang diikuti oleh dunia usaha menengah dan kecil serta anggota masyarakat lainnya (perguruan tinggi). Pameran digelar bersamaan acara puncak diikuti hampir 100 stand dan diisi oleh instansi pemerintah pusat, pemerintah propinsi, dan kabupaten, badan usaha milik pemerintah dan swasta, perguruan tinggi, LSM dan lembaga-lembaga internasional.

Badan Litbang Pertanian pada peringatan HPS tahun 2003 melepas beberapa varietas padi yang termasuk dalam Varietas Unggul Tipe Baru (VUTB) dan penyerahan benih kepada 8 propinsi sebagai sentra pengembangan VUTB. Tahun depan direncanakan akan dicanangkan sebagai Tahun Padi Nasional 2004.

Pada acara puncak pameran HPS ke-23 di Ambarawa, Badan Litbang Pertanian menampilkan materi teknologi terkait dengan pengolahan pangan dari unit kerja. Beberapa unit kerja tersebut antara lain, Balai Pasca Panen Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa), Puslitbangtan, Puslitbangnak, Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (Pustaka), Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBPMP) dan Sekretariat Badan Litbang Pertanian.

Untuk menarik minat pengunjung Badan Litbang Pertanian mengadakan demontrasi pembuatan snack berbahan tepung sukun dan pengolahan daging kelinci. Acara dibuat praktis semacam kursus singkat agar pengunjung dapat segera mencoba mencicipi produk hasil penelitian. Pengunjung cukup banyak mengikuti acara dan melihat panel-panel yang disajikan. Dengan semakin banyaknya pengunjung, pada akhir acara Badan Litbang Pertanian dinyatakan meraih nomor II sebagai stand terbaik pada pameran ini.

SUMBER : Hak Cipta © 1997-2007 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
(Indonesian Agency for Agricultural Research and Development)
Jl. Ragunan 29 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12540, Indonesia
Telp. (021) 7806202 Fax. (021) 7800644 e-mail: webadm@litbang.deptan.go.id

Pernyataan Sikap Peringatan Hari Tani Ke-45: Tanah untuk Rakyat dan Lawan Imperialisme

Solidaritas untuk Petani Nusa Tenggara Barat

FMN, KMY, Agra, Forum LSM, SeTAM, WALHI DI Yogyakarta, LBH, Kappala Indonesia, Rifka Anisa, Asrama NTB, YLKI, LBM, Sahabat Lingkungan (ShaLink) WALHI DI Yogyakarta, SPHP, Sekber, FPPI, PSB, BEM UGM, LFSY, LMND, AMP, PRD, HMI MPO, IMM, BEM APMD, Sanggar Arumbanga NTB, Sheep, KPY, Lintas Gunung Kidul, Uplink.

Pernyataan Sikap Peringatan Hari Tani Ke-45, “Tanah untuk Rakyat dan Lawan Imperialisme”

Dua hari yang lalu, tepatnya, 24 September 2005, merupakan momen penting bagi sejarah hukum agraria di Indonesia. 45 tahun yang lalu, tepatnya, 24 September 1960, disahkan oleh Presiden Republik Indonesia (Soekarno) dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1960 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan nama Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

Kelahiran UUPA, merupakan tonggak sejarah hukum agraria yang secara normatif menempatkan petani pada proses pemberdayaan untuk memperoleh kekuasaan, kekuatan, dan kemampuan terhadap sumber daya tanah. UUPA sebagai rekonstruksi bangunan politik agraria, bertujuan menjamin hak-hak petani atas tanah. Inilah yang seharusnya direnungkan oleh para elite penguasa di negara agraris untuk mengedepankan makna kemerdekaan bagi petani, yakni kuatnya hak atas tanah yang dimilikinya. Dengan dianutnya model pembangunan ekonomi bergaya kapitalis, telah merubah politik agraria dari populis ke kapitalis. UUPA lebih ditafsir untuk menjustifikasi kebijakan yang justru bertentangan dengan UUPA. Politik agraria, telah menempatkan tanah sebagai masalah rutin birokrasi pembangunan. Agrarian reform yang semula untuk menata penguasaan tanah, khususnya hak milik, menjadi berhenti dan seolah-olah UUPA "dipeti-eskan" demi pembangunan.

Di bidang perundang-undangan, dilahirkan produk yang bertentangan dengan UUPA, sehingga muncul berbagai konflik agraria yang menempatkan petani di pihak yang selalu dikalahkan demi kepentingan pembangunan. Bandul kebijakannya, menjadi lebih berat ke politik pemerintah, bukan pembangunan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Dengan adanya intervensi kekuatan imperialisme dalam berbagai bentuk paket kebijakan Neo-liberalisme, bentuk kebijakan pemerintah Indonesia pun telah melahirkan sekian banyak persoalan yang menyangkut hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya maupun hak sipil dan politik.

Keputusan yang berkaitan dengan hal tersebut, dapat dilihat dengan keluarnya beberapa produk peraturan perundang-undangan yang tidak menguntungkan masyarakat bawah, misalnya, UU SDA Nomor 7 Tahun 2004, UU Perkebunan, UU Ketenagalistrikan, Amandemen UU Tata Ruang, UU ketenagakerjaan, privatisasi BUMN yang menyangkut hajat hidup orang banyak, Pencabutan Subsidi Pendidikan, KepMen No. 41 Tahun 2004, SK Menhut 134 2004, Perpres No. 36 tahun 2005, dan aset publik lainnya. Dampak dari beberapa contoh produk kebijakan di atas, sangat jelas akan merugikan rakyat, di tengah ketimpangan demokrasi yang masih diatasnamakan oleh pemerintah untuk menindas rakyatnya. Produk-produk kebijakan tersebut, mengarah pada pengekangan hak-hak rakyat ketimbang menyejahterakan rakyat, terbukanya peluang pemodal sebagai alat penghisap telah dilegalisasikan negara untuk melakukan eksploitasi kekayaan sumber-sumber agraria yang ada, salah satunya adalah tanah. Semua ini telah bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar pembentukan negara RI yang anti-penjajahan.

Namun, sampai saat ini, realitas dominasi pemerintah dan pemilik modal maupun intervensi asing masih saja menjajah negara Indonesia, dengan berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM di berbagai pelosok penjuru Indonesia. Sebaliknya, posisi petani semakin tidak terjamin hak hukumnya atas tanah apalagi dengan HGU (Hak Guna Usaha) yang mayoritas dimiliki pihak swasta yang masa waktunya sekitar 25-30 tahun, sehingga terjadi ketidakberdayaan petani. Petani dihadapkan pada masalah, yakni sebagai petani tidak berlahan atau berlahan sempit. Akibatnya, sepanjang berlakunya UUPA selalu ditemui adanya sengketa tanah beserta problem sosial yang mengikutinya, sehingga memicu pelanggaran hak-hak atas tanah petani.

Konsentrasi penguasaan tanah oleh perkebunan besar dan pengusaha swasta, menyebabkan tanah pertanian semakin menyempit. Adanya ketimpangan penguasaan aset tanah serta hilangnya potensi pemanfaatan dan pengelolaan dengan tidak diakuinya berbagai bukti-bukti kepemilikan dan penguasaan petani maupun komunitas lokal oleh penguasa, memunculkan berbagai permasalahan dan konflik yang tidak seimbang antara kekuatan petani dengan kekuasaan dan pemodal. Aset petani dalam wujud tanah, tanaman, tempat tinggal tidak pernah diganti sesuai dengan kelayakan kehidupan petani. Belum lagi, efek kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh proses eksploitasi sumber daya alam yang berefek pada kerusakan ekosistem dan lingkungan. Tindakan represif dan intimidasi aparat keamanan dan kekuatan milisi sipil senantiasa memunculkan berbagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia yang sampai sekarang tidak pernah terselesaikan.

Represivitas/praktek kekerasan terhadap petani dan permasalahan kebijakan yang tidak berpihak terhadap petani sampai sekarang tetap dilakukan oleh Penguasa dengan menggunakan aparatus-aparatusnya, yang merupakan instrumen bagi negara. Pada tanggal 18 September 2005, aparat kepolisian Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), kembali melakukan praktek kekerasan yang melanggar Hak Asasi Manusia, Pembubaran rapat umum dan pemukulan serta penembakan terhadap 35 petani, merupakan bukti nyata bahwa rezim otoritarian masih berkuasa di negara agraris ini. Hal ini menjadi pemikiran bagi kita semua apabila nantinya persoalan-persoalan pemaksaan kehendak penguasa ingin mengambil tanah rakyat untuk kepentingan pembangunan yang legal dalam perpres No. 36 Tahun 2005. Tentunya, akan banyak memakan korban dipihak rakyat, khususnya petani yang menggantungkan hidup pada tanah sebagai lahan garapannya.

Maka dalam hari tani yang ke-45 ini, kami dari elemen masyarakat sipil Yogyakarta yang tergabung dalam Solidaritas untuk Petani Nusa Tenggara Barat, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menyerukan Konsolidasi Sipil Demokratik Pro-Rakyat sebagai pilihan dan, secara berbarengan, bergerak mewujudkan demokrasi dan pembebasan sejati, serta menuntut:

1. Berikan Hak Rakyat Atas Tanah Sekarang Juga
2. Reforma Agraria Sekarang Juga
3. Naikkan Subsidi untuk Rakyat
4. Pendidikan Gratis Bagi Rakyat
5. Cabut Pepres No. 36 Tahun 2005
6. Cabut UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
7. Cabut UU No. 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan
8. Tolak Imperalisme yang Mengusung Agenda-Agenda Neo-Liberalisme
9. Kembalikan Hak dan Kedaulatan Rakyat Atas Sumber-Sumber Agraria
10. Berikan Rakyat Atas Kondisi Lingkungan Hidup yang Baik dan Bersih
11. Hentikan Praktek-Praktek Kekerasan yang Dilakukan Negara Terhadap Petani
12. Tolak Bandara Internasional Nusa Tenggara Barat
13. Tolak Kenaikan Harga BBM
14. Tolak Impor Beras
15. Hapus Utang Lama dan Tolak Utang Baru

Yogyakarta, 26 September 2005


Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:

Suparlan
Direktur Eksekutif WALHI Yogyakarta
Email Suparlan
Telepon kantor: +62-0274-543807
Mobile:
Fax: +62-0274-543807
Tanggal Buat: 26 Sep 2005 | Tanggal Update: 27 Sep 2005

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
Friends of the Earth Indonesia
Jl. Tegal Parang Utara No. 14
Jakarta 12790, INDONESIA
Tlp : +62(0)21-791 93 363 | Fax : +62(0)21-794 1673 | E-mail : info@walhi.or.id
Untuk keanggotaan atau donasi, hub Utut Adianto - Div. Penggalangan Sumber Daya WALHI di nomor telp di atas | E-mail : gabung@walhi.or.id

FORBIDDEN KINGDOM

I love thats Gem ..lovely green




Kalo ada Yg bikin ku tergila-gila pasti dia Yang disebut FORSTERITE PERIDOTE ,Hijau nya begitu menggoda sebagai sebuah batuan...hmmmm kapan ya bisa kebeli..:)

what a wonderful of Love

what a wonderful of Love

RADIO

Hot Radio
Share |

Walaoe poen Hidoep dalam hajat itoe tidak lah moedah namoen djangan lah hidoep diboeat soesah

Walaoe poen Hidoep dalam hajat itoe tidak lah moedah namoen djangan lah hidoep diboeat soesah
Sang Empoenya Boekoe Biroe agar khalayak dipermakloemkan :)

Mesin Pencari Web & Site

Google

Je t'aime la Mer

Je t'aime la Mer

BoeKoeBiroe Stats

Chateau

Chateau

Leave ur message please!


Free shoutbox @ ShoutMix

Negara yang masuk ke Dunia Koe

Add to Technorati Favorites
Powered By Blogger